BatamXinwen, Batam – Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Provinsi Kepulauan Riau menolak rencana pemerintah untuk menjadikan Batam sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Saat ini, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, sedang menggodok kebijakan untuk mengubah status Batam yang semula sebagai Kawasa Perdagangan Bebas (Free Trade Zone/FTZ) menjadi KEK.

“Setelah dipelajari mendalam, kesimpulan yang kami peroleh adalah penerapan KEK lebih karena kepentingan politis daripada kepentingan ekonomi,” kata Cahya, Ketua Apindo Provinsi Kepulauan Riau seperti dikutip dari Antara, Minggu (3/6).

BX/Istimewa, Ilustrasi. Aktivitas produksi telepon seluler Xiaomi bekerja sama dengan PT Sat Nusapersada di Batam, Indonesia.

Ia mengatakan pengusaha dari berbagai asosiasi ingin Batam tetap berstatus FTZ, ketimbang harus bertransformasi menjadi KEK.

Menurut pengusaha, status KEK lebih menguntungkan bagi penguasa, sedangkan status FTZ lebih cocok untuk mendukung gairah usaha.

“Kami sudah membandingkan satu persatu, ternyata FTZ jauh lebih unggul dari KEK,” kata dia.

Memang sampai saat ini, penerapan KEK masih dibahas Menko Perekonomian yang juga menjabat Ketua Dewan Kawasan Batam, Darmin Nasution.

Namun, dipastikan tidak semua wilayah di Pulau Batam menjadi KEK. Berbeda dengan FTZ yang berlaku menyeluruh di seluruh pulau utama.

BX/Istimewa, Cahya, Ketua Apindo Kepri

Pemerintah pusat sampai kini masih mempertimbangkan wilayah yang masuk dalam KEK.

“Bila daerah yang masuk KEK ditetapkan, maka daerah di luar KEK harus dikenakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Tentu saja, semua barang-barang di Batam akan naik lagi, yang kena tentu adalah pengusaha dan masyarakat. Itu adalah fakta,” ungkap dia.

Pemberlakuan PPN dan PPnBM di kota yang berbatasan dengan Singapura dan Malaysia itu juga otomatis akan menghilangkan keistimewaan Batam yang selama ini mendapatkan perlakuan istimewa sebagai lokomotif perekonomian Indonesia.

“Dulu kami perjuangankan habis-habisan demi penghapusan PPN dan PPnBM di Batam, sekarang keistimewaan itu akan dicabut lagi, tentu kami kecewa,” kata dia.

Sementara itu, KEK hanya memberikan keunggulan pada fasilitas amortisasi yang dipercepat, keringanan pajak deviden, tax holiday dan tax allowence.

“Itu pun hanya untuk perusahaan yang baru masuk dan nilai investasinya harus diatas Rp500 miliar. Lalu, kapan kami pengusaha lokal dan masyarakat menikmati itu?,” tanya dia.

Pengusaha lokal malah hanya mendapatkan beban dari pemberlakuan PPN dan PPnBM, yang dapat meningkatkan harga barang, rumah, kendaraan dan lainnya.

“Oleh karena itu, kami minta agar status FTZ Batam tidak dicabut atau ditransformasi menjadi KEK. Jika pemerintah ingin memberikan bonus atau insentif untuk investor, maka bisa ditambahkan menjadi FTZ plus plus. Itu yang kami maksud,” kata dia.(*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here