BATAMXINWEN – Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar, menyiratkan kebobrokan sistem di salah satu lembaga hukum tertinggi di Indonesia itu.
Kejadian serupa pernah menimpa mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar beberapa tahun silam dinilai tak cukup untuk memberikan efek jera bagi para penegak hukum di lembaga tersebut, meskipunmantan Ketua MK Akil Mochtar yang telah dihukum penjara seumur hidup.
“Bayangkan, penangkapan seorang Ketua MK, Akil Moctar, tidak menggentarkan mereka, karena terulang kembali kali ini (dengan penangkapan Patrialis),” ujar mantan Ketua Komisi Yudisial, Suparman Marzuki dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (28/1/2017).
Marzuki menegaskan, perlunya perombakan besar-besaran dalam perangkat dan sistem kelembagaan di Mahkamah Konstitusi. Agar sistem dan birokrasi hukum di salah satu lembaga hukum tertinggi itu bisa kembali memiliki kualitas dan integritas tinggi.
Selain itu, lanjut Marzuki, dalam merumuskan undang-undang, pihak birokrasi dan parlemen diharapkan juga bisa secara konsisten mengacu pada konstitusi. Sehingga terhindar dari potensi judical review.
“Karena tidak bisa dipungkiri, mutu pasal-pasal yang ada saat ini kerap tidak mempertimbangkan konstitusi,” ujar Marzuki.
Sedangkan Anggota Komisi III DPR RI, Syaiful Bahri Ruray mengatakan, kasus korupsi yang menjerat Patrialis Akbar, menggangu kestabilan negara bahkan bisa menyeret Indonesia menjadi negara gagal.
“Kalau penjaga konstitusi itu digoyang, artinya kita rombak dasar negara. Ini yang sedang dirobohkan dan Republik terganggu. Karena ini menyangkut masa depan bangsa,” ujarnya.
Dia menilai, kejahatan jual beli putusan itu merupakan tindak pidana yang mesti dihukum berat. Bahkan, menurutnya hal itu adalah pengkhianatan yang sangat tinggi terhadap konstitusi.
Syaiful menegaskan bahwa tindakan korupsi yang telah dilakukan Patrialis itu telah mencorengkan negara, bahkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Oleh karenanya, pemerintah harus terbuka kepada masyarakat dalam memilih atau merekut para hakim konstitusi.
“Karena kalau merusak mekanisme dan tata hukum negara kita itu adalah satu dari dua karakter negara gagal. Kalau kita mau bubarkan negara, oke, bertindaklah begitu terus,” ucapnya. (red/yus)
Sumber: Viva.co.id