KPK Geledah 4 Lokasi Lain, Selain Rumah Dirut PLN

BX/Istimewa

BatamXinwen, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pengeledahan di rumah Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir yang berlokasi di kawasan Benhil, Jakarta Pusat, Minggu (15/7/2018).

Penggeledahan dilakukan bukan saja di satu lokasi, terdapat empat lokasi lain yang digeledah oleh KPK hari ini.

“Setelah kemarin mengumumkan penyidikan dalam kasus dugaan suap terkait pembangunan PLTU Riau-1, hari ini, tim KPK melakukan penggeledahan di lima lokasi,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Minggu sebagaimana dilansir bisnis (15/7/2018).

Adapun, empat lokasi yang digeledah KPK tersebut, yaitu:

Rumah tersangka Eni Maulani Saragih
Rumah tersangka Johanes Budisutrisno Kotjo
Kantor tersangka Johanes Budisutrisno Kotjo
Apartemen tersangka Johanes Budisutrisno Kotjo
Diberitakan sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan kegiatan yang dilakukan KPK di rumah Sofyan Basir tidak lebih dari penggeledahan.

“Masih proses penggeledahan saja, jadi belum ada penetapan tersangka,” ujar Febri Diansyah kepada Bisnis.

Febri Diansyah mengatakan penggeledahan tersebut dilakukan terkait kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1.

“Benar, ada penggeledahan di rumah Dirut PLN yang dilakukan sejak pagi ini oleh tim KPK dalam penyidikan kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1,” ujar Febri Diansyah ketika dikonfirmasi Bisnis.

Hingga sekitar pukul 17.00 wib, tim KPK masih berada di lokasi penggeledahan.

“Tim masih berada di sana. Penggeledahan di lokasi tertentu dilakukan dalam rangka menemukan bukti yang terkait dengan perkara,” lanjut Febri.

KPK berharap pihak-pihak terkait dapat bersikap kooperatif dan tidak melakukan upaya-upaya yang dapat menghambat pelaksanaan tugas penyidikan.

Sehari sebelumnya, KPK telah mengamankan anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih di rumah Idrus Marham, Menteri Sosial RI, di Jakarta, Jumat (13/7/2018) serta mengamankan 13 orang dari proses OTT secara keseluruhan.

Ketiga belas orang tersebut diamankan secara berturut-turut sejak Jumat siang. Dari 13 orang yang diamankan, KPK menyebut lima orang di antaranya, yaitu:

Eni Maulani Saragih, anggota Komisi VII DPR RI
Johanes Budisutrisno Kotjo, swasta (pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd.)
Tahta Maharaya, staf dan keponakan Eni Maulani Saragih
Audrey Ratna Justianty, sekretaris Johanes Budisutrisno Kotjo
M. Al-Khafidz, suami Eni Maulani Saragih
Adapun, delapan orang lain yang tidak disebutkan terdiri dari supir, ajudan, staf Eni Maulani Saragih, dan pegawai PT Samantaka.

“Dalam kegiatan ini KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu uang sejumlah Rp500 juta (dalam pecahan Rp 100 ribu), dan dokumen/tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut,” ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam konferensi pers di KPK, Sabtu (15/7/2018).

Uang tersebut, lanjut Basaria, diduga merupakan bagian dari komitmen fee 2,5% dari nilai proyek yang akan diberikan kepada diberikan kepada Eni Saragih dan kawan-kawan dengan kesepakatan kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

“Diduga penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari pengusaha JBK kepada EMS, dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar,” lanjut Basaria.

Adapun, empat kali penyerahan tersebut dilakukan pada:

Desember 2017 sebesar Rp2 Miliar
Maret 2018 Rp2 Miliar,
8 Juni 2018 Rp300 juta
14 Juli 2018 Rp500 juta
Diduga Eni Saragih berperan untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.

KPK telah meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan dua orang tersangka, yaitu Eni Saragih diduga sebagai penerima, (anggota Komisi VII DPR RI), dan Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd. diduga sebagai pemberi.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Eni Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, sebagai pihak yang diduga pemberi, Johanes Budisutrisno disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here