BatamXinwen, Jakarta – Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto kembali menyindir soal utang pemerintah. Prabowo mengatakan utang pemerintah terus naik Rp 1 triliun setiap hari. Hal tersebut Prabowo sampaikan dalam acara bedah buku Pandangan Straregi Prabowo Subianto Paradoks Indonesia.
“Utang pemerintah kita naik terus, 95 juta orang masih hidup miskin. Utang pemerintah naik terus, sekarang hitungannya naiknya adalah Rp 1 triliun tiap hari, utang,” kata Prabowo di Hotel Grand Sahid Jaya, Sabtu, sebagaimana dilansir tempo 1 September 2018.
Prabowo menyindir orang yang mengatakan utang banyak tidak menjadi masalah. “Tapi para ahli yang mengerti utang ini mengancam kedaulatan negara kita,” ujar Prabowo.
Ucapan Prabowo tersebut disambut seruan suara oleh para peserta di ruangan. Suara tersebut seolah membenarkan ucapan Prabowo. Lebih lanjut Prabowo bercerita soal usia peradaban beberapa bangsa yang masih bisa bertahan ribuan tahun.
“Tunggu tunggu tunggu, belum selesai, duh emak-emak. Sabar dong belum selesai. Ini kaya kampanye kecamatan aja ini. Asal aku ngomong kalian tepuk tangan, belum tentu saya ngomong benar, coba dicek ya. Saya ajarkan ini,” ujar Prabowo.
Sedangkan Kementerian Keuangan telah merilis soal utang per 31 Juli 2018. Jumlah utang pemerintah semester II itu sebesar Rp 4.253 triliun. Jumlah tersebut sebanding sebanding dengan 29,74 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Ini terutama bagi mereka yang sering menyorot dari sisi defisit dan utang negara, sekali lagi pada posisi Juli menggambarkan bahwa APBN kita semakin sehat dan menunjukkan tren yang sangat positif,” kata Sri Mulyani di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Selasa, 14 Agustus 2018.
Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kemenkeu mengatakan realisasi pembiayaan utang pada 31 Juli telah mencapai Rp 205,57 triliun dari Rp 399,22 triliun yang ditetapkan pada APBN 2018 atau telah mencapai 51,49 persen APBN.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2017, realisasi pembiayaan utang mengalami pertumbuhan negatif 30,64 persen. Pembiayaan utang ini diperoleh melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), maupun, pengadaan Pinjaman.
“Untuk penerbitan SBN jumlahnya pun lebih kecil tahun lalu Rp 307,6 triliun, tahun ini hanya Rp 221,9 triliun. Artinya kita lebih efektif efisien,” kata Luki.
Adapun pembiayaan anggaran sampai dengan Juli lebih kecil dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp 298,8 triliun, tahun ini hanya mencapai Rp 206,6 triliun. Hal tersebut menunjukkan pertumbuhan yang negatif sebesar 30,9 persen.
Menurut Luki hal itu juga diperkuat dengan sisa lebih pembiayaan anggaran atau (SILPA) yang hanya Rp 55,3 triliun pada Juli 2018.
Dari komposisi utang, total pinjaman sebesar Rp 785,49 triliun atau tumbuh atau tumbuh 6,87 persen. Hal tersebut terbagi dari pinjaman luar negeri sebesar Rp 779,71 triliun atau tumbuh 6,87 persen, sedangkan pinjaman dalam negeri Rp 5,79 triliun atau tumbuh 48,28 persen.