
Namun, jejak kontribusinya pada kehidupan keberagaman abadi di mata orang-orang terdekatnya.
Pendeta Gereja Bethel Indonesia (GBI) Jalan Terang Kasih Tuhan, Ratna Setyaningsih menjadi saksi kisah hidup Shinta dalam mendukung hak beribadah, termasuk juga bagi para transpuan beragama Kristen.
“Beliau (Shinta) yang memberi nama persekutuan doa Jalan Terang Kasih Tuhan,” kata sahabat mendiang Shinta itu saat dijumpai di rumah duka, Kampung Jagalan, Banguntapan, Bantul, Rabu siang.
Keputusan Shinta itu, menurut Ratna, didasari rasa keprihatinan dan penyesalan mendiang usai kehilangan salah seorang kawannya seorang waria Nasrani yang bahkan tak mendapat pemulasaraan sesuai kepercayaannya.
“Itu yang membuat beliau menyesal kok tidak bisa memberikan fasilitas yang terbaik ketika orang itu mau kembali kepada Tuhan,” kata Ratna.
Pengalaman pahit itu kemudian menuntun Shinta untuk mewadahi para waria Nasrani beribadah di ponpesnya. Setelahnya, Ratna dipertemukan dengan almarhum. Melalui rangkaian diskusi, persekutuan doa Jalan Terang Kasih Tuhan berdiri. Peribadatan mulanya digelar sebulan dua kali setiap Jumat sore sebelum akhirnya antusiasme jemaat membludak.
“Jalan Terang Kasih Tuhan, artinya dia (Shinta) sebagai orang Jawa bahwa kita semua itu golek dalan padhang (mencari jalan terang) dengan kasih dari Allah,” beber dia.
Shinta memberi ruang di tempatnya hingga kelompok waria Kristen mendapat tempat baru untuk menunaikan ibadah sekaligus memperdalam agama yaitu GBI Jalan Terang Kasih Tuhan di salah satu hotel daerah Gedongtengen, Kota Yogyakarta 2022. Di sana setidaknya memayungi sekitar 40 jemaat transpuan sampai detik ini.
Oleh karena itu, Ratna mengatakan roda jalan hidup Shinta sebagai jembatan penyambung keberagaman terus berputar.
Kesaksian Ratna, sahabatnya itulah yang membimbing para waria Kristen ke GBI Jalan Terang Kasih Tuhan. Ia memandu para domba tersesat menemukan jalan imannya. Dikatakan Ratna, almarhum adalah tempat curhat para transpuan.
“Dia sebagai waria muslim tapi justru memikirkan waria-waria Nasrani yang selama ini tidak ada yang membimbing kerohaniannya. Mungkin kami dari orang Nasrani belum tentu punya kepedulian lho. Itu yang luar biasa,” kata Ratna.
Suasana penyemayaman jenazah Shinta Ratri di masjid sekitar rumah duka, Jagalan, Banguntapan, Bantul, Rabu (1/2).Sahabat Shinta menunjukkan kedekatannya dengan mendiang saat berfoto bersama. (CNN Indonesia/Tunggul)
Kini, sosok inspirasi Ratna itu telah tiada. Penyakit jantung telah merenggut sahabat itu, meski dia meyakini semua manusia akan mencapai titik itu di ketika amalan baik-buruk menjadi warisan untuk dunia.
Salah satu cita-cita Shinta, menurut Ratna, adalah mendirikan koperasi simpan pinjam bagi para transpuan yang telah terealisasi 10 hari lalu. Shinta memiliki asa agar kesejahteraan para waria meningkat.
Koperasi Al Fatah Mukhti Sejahtera Yogyakarta berdiri sebagai pintu memulai usaha baru seperti katering, berjualan pulsa, membuka warung kelontong, juga salon. Koperasi itu sekarang memiliki 18-20 anggota.
“Itu kerinduan bu Shinta, kerinduan kawan-kawan waria karena mereka juga ingin supaya kehidupan mulai sejahtera. Yang jelas titik awal itu pandemi Covid-19, ketika mereka yang di jalanan tidak bisa ngamen, yang jualan tidak ada pemasukan sama sekali sedangkan kehidupan terus berjalan, dan tidak selamanya bantuan terus datang. Tapi selama ini stigma (negatif) itu yang sering membuat mereka tidak bisa nyaman. Kadang di tempat ibadah aja juga ada diskriminasi,” kata Ratna.
Suasana penyemayaman jenazah Shinta Ratri di masjid sekitar rumah duka, Jagalan, Banguntapan, Bantul, Rabu (1/2).Suasana warga yang melayat jenazah Shinta Ratri di masjid sekitar rumah duka, Jagalan, Banguntapan, Bantul, Rabu (1/2). (CNNIndonesia/Tunggul)
Masa depan ponpes
Sekretaris Ponpes Al-Fatah Yogyakarta YS Albuchory mengatakan nasib ke depan tempat itu masih temaram sepeninggal Shinta. Masa depan ponpes yang didirikan sejak 2008 itu rencananya dibahas pengasuh bersama para sesepuh.
“Kita akan berdiskusi ini mau bagaimana itu intinya, intinya bagaimana kita berusaha untuk selanjutnya setelah berpulangnya bu Shinta pasti akan ada diskusi ke depan akan seperti apa, tidak bisa dilakukan hanya satu dua teman-teman,” ujarnya.
Albuchory mengatakan jumlah santri aktif di ponpesnya hanya sepertiga dari total 64 santri. Dia menyadari bagaimana para santri juga harus berjuang menghidupi diri dan keluarganya.
“Yang penting informasi yang kita berikan tersampaikan kepada para anggota. Misalkan yang setiap mingguan tidak aktif itu nanti dilibatkan di kegiatan lain, misalnya setiap minggunya tidak bisa hadir nanti ketika ada pelatihan sifatnya pengembangan kapasitas diri itu dilibatkan,” kata dia. (*)