BatamXinwen, Batam – Pengadilan Negeri (PN) Batam, kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan di PT Bangun Megah Semesta (BMS) dengan terdakwa Tjipta Fudjiarta, Jumat (24/08) kemarin.
Sidang kali ini, masih dengan agenda mendengarkan keterangan ahli hukum, yakni Profesor Dr. nindyo, yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Jalannya sidang tersebut, dipimpin oleh Majelis Hakim Ketua, Tumpal Sagala, didampingi dua hakim anggota, M Candra dan Yona Lamerossa Ketaren seperti sidang sebelum-sebelumnya.
Dalam kesaksiannya di hadapab majelis hakim, saksi ahli menerangkan panjang lebar tentang apa itu hukumnya perjanjian, apa itu perseroan serta apa itu hubungannya dengan jual beli akta berdasarkan kajian keperdataan.
Saksi juga menegaskan, dalam persidangan bahwa akta 89 dan 99 itu bukan merupakan akta pengalihan saham.
Keterangan ahli kali ini, mementahkan apa yang dituduhkan Conti Candra selaku pelapor dan meringankan terdakwa.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Tjipta Fudjiarta, Hendie Devitra yang didampingi Sabri Hamri, mencecar sejumlah pertanyaan kepada saksi ahli. Salah satunya terkait akta RUPS itu apakah dapat dikualifikasi sebagai akta pemindahan saham ?
Dengan tegas saksi menjawab, bahwa akta RUPS yang dimaksud seperti akta nomor 89 dan 99 itu tidak ataupun bukan merupakan bukti pemindahan saham.
Kalau saya baca di akta 89, Conti Candra itu kan sepakat akan mengambil alih saham-saham PT dari pemegang saham yang lama. Pertanyaan saya, Conti Candra itu menyatakan berjanji kepada siapa,” tanya saksi ahli.
Hal tersebut dijawab Hendie dengan mengatakan bahwa janji Conti Candra tersebut merupakan janji kepada pemegang saham yang lama, bukan dengan terdakwa.
Sementara saksi ahli juga menegaskan, untuk menjadi direktur utama dalam suatu perusahaan atau perseroan, tak harus seseorang yang ditunjuk sebagai dirut itu memiliki saham dalam perusahaan tersebut.
Saksi ahli juga menjelaskan bahwa dalam menggelar RUPS, kalaupun direksi tak mau menggelar RUPS, maka pemegang saham boleh minta restu atau izin kepada komisaris.
Kalaupun dewan komisaris juga tidak mau menyelenggarakan RUPS, kemudian pemegang saham bisa meminta kepada ketua Pengadilan Negeri setempat untuk diizinkan menggelar RUPS sendiri,” terang saksi ahli.
Begitu juga dengan suatu perjanjian pembuatan akta dihadapan pejabat terkait seperti notaris. Saksi ahli menegaskan, harus semuanya hadir dan menyepakati atau menandatanganinya.
Kalaupun ada salah satu yang tak hadir dan akta tetap jalan dibuat. Sementara salah satu pihak yang tak datang tersebut tetap sepakat dan mau menandatangani perjanjian yang dituangkan di dalam akta tersebut, maka, meski ada satu pihak tak hadir, tapi ikut menyepakati, itu berarti perjanjian atau akta tetap sah,” tegas saksi ahli.
Saksi ahli juga menerangkan bahwa saham merupakan suatu cerminan dari kepemilikan, cerminan dari andilnya dalam suatu korporasi.
Kalau modal dasar ditingkatkan, maka perlu adanya gagasan, kesepakatan dengan seluruh pemegang saham.
Apabila perusahaan berkembang, maka nilai saham juga akan berkembang, sesuai dengan nilai dari perkembangan usaha tersebut. Jadi kalau di awal saham perlembar harganya dibeli Rp 1 juta dan disetujui atau disepakati oleh si penjual, maka itu tak ada masalah, perjanjian jual belinya sah secara hukum. Kalau ternyata nantinya oleh pembeli, saham dijual lagi dengan harga jauh lebih mahal, itu hak mereka yang menjual lah. Kalau pembelinya mau kan sah-sah saja meski harganya mahal ataupun murah,” terang saksi ahli. (ias)