Tan A Tie Soroti Penggunaan Ruang Terbuka Hijau untuk Dikomersilkan oleh Pengembang Properti

Anggota DPRD Batam, Tan A Tie mengikuti rapat bersama warga Perumahan Palm Spring Batam Center.

Batamxinwen, Batam – Anggota Komisi I DPRD kota Batam dari Fraksi Demokrat-PSI, Tan A Tie menyoroti banyaknya pengembang property di Batam yang menjadikan lahan ruang terbuka hijau (RTH) ataupun zona penyangga (buffer zone) menjadi lahan komersil.

Salah satu contohnya yang terjadi di wilayah Perumahan Palm Spring Batam Center. Diketahui di wilayah tersebut ada lahan yang awalnya berstatus lahan fasilitas umum dan penghijauan ataupun buffer zone, kini telah berubah fungsinya menjadi lahan komersil dan sudah dialokasikan kepada salah satu pengembang berdasarkan penetapan lokasi (PL) atas nama PT Master Global dari BP Batam pada Juli 2019.

Parahnya lagi, diatas lahan buffer zoner tersebut, berdiri dengan kokoh sejumlah tiang-tiang Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) milik PLN yang menjadi pembatas antara kawasan perumahan dengan kawasan ruang terbuka hijau.

“Lahan disana awalnya berstatus lahan fasilitas umum dan penghijauan atau bufer zone. Tapi kini lahan tersebut berubah fungsinya menjadi lahan komersil. Kok bisa ya,” ungkap Tan A Tie saat ditemui di Kantor Sri Mas Group, Palm Spring Marketing Office pada, Kamis (2/2/2023).

Dikatakannya, akibat perubahan status lahan tersebut, ratusan warga yang berdomisili di perumahan Palm Spring keberatan dengan perubahan status tersebut. Alhasil, warga disana dengan tegas menolak rencana pembangunan unit pertokoan yang berada di ruang terbuka hijau oleh pengembang.

“Warga memberitahukan ke saya jika ada lahan yang merupakan buffer zone, akan dibangun pertokoan. Saat itu saya katakan ke warga dan juga perangkat RT RW untuk bersabar. Lakukan dulu upaya pendekatan ke pihak pengembang. Jika tidak ada hasilnya, barulah buatkan surat yang ditujukan ke pimpinan DPRD Batam agar dilakukan Rapat Dengar Pendapat,” jelasnya.

Masih menurut Tan A Tie, dia juga mempertanyakan kepada BP Batam, apakah bisa dilakukan pembangunan dibawah SUTET PLN?.

“Seharusnya, pihak perusahaan tersebut dan tim terpadu yang telah melakukan penggusuran bisa melihat bahayanya dilakukan pembangunan dibawah SUTET PLN yang mana sebelumnya dijadikan lahan kawasan penghijauan,” kata Tan A Tie dari Fraksi PSI Kota Batam.

Kenapa BP Batam bisa mengeluarkan WTO, dasarnya seperti apa?. Apakah lahan ini layak untuk diperjualbelikan?.

“Kami minta Master Global untuk bisa bekerjasama dan berdiskusi dengan warga Palm Spring. Jika memang ini milik lahan penghijauan, tolong dikembalikan, jika tidak bisa atau tidak ditemukan jalan keluarnya, maka dari DPRD Batam akan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan semua pihak yang bersangkutan,” tegasnya.

Dilokasi yang sama, Ketua RT 01 RW 01 Yanti kepada Anggota Komisi 1 DPRD Kota Batam Tan A Tie yang didampingi oleh NG & Associates Law Firm Naga Suyanto, Binhot Manalu, dan Yosvid Madano di PT. Srimas Raya Internasional, pada Kamis (2/2/2023) sore.

Yanti mengatakan, kita sebagai warga di perumahan Palm Spring Blok C sangat keberatan dengan adanya pemasangan pagar besi ini, karena telah menutup akses jalan.

“Selain tidak bisa dilalui, pagar tersebut juga terlalu mepet di dinding rumah warga. Dan itu sudah berjalan selama 3 bulan ini,” kata Yanti.

Lanjutnya, alasan dilakukan pemagaran tersebut ialah untuk dibangunnya ruko-ruko oleh PT. Master Global.

“Perusahaan tersebut akan membangun ruko-ruko yang mana sebelumnya lahan kawasan hijau tersebut dipergunakan oleh warga untuk fasilitas umum dan juga untuk akses jalan warga,” ungkapnya.

Yanti berharap, PT Master Global memberikan atau kembalikan lagi akses jalan di perumahan Palm Spring.

“Kita ingin kembali ada akses jalan tersebut. Karena pemasangan pagar yang terlalu mepet, jadi kendaraan yang sampai di ujung tidak bisa memutar, jadinya harus mundur,” ungkapnya.

Di tempat yang sama, NG & Associates Law Firm Naga Suyanto menjelaskan, lahan bufferzone yang digunakan oleh warga ini, secara tiba-tiba bisa dimiliki oleh suatu perusahaan untuk mendirikan bangunan komersil.

“Selama ini warga mengetahui, lahan ini masih disewa oleh pengembang yaitu PT Srimas Raya Internasional. Namun saat ini sudah dimiliki atau dialokasikan kepada suatu perusahaan,” kata Naga.

Lanjutnya, disini timbul pertanyaan untuk BP Batam. Bagaimana bisa lahan yang masih dalam masa sewa oleh pengembangan, bisa diperjualbelikan.

“Didalam hukum, kita mengenal istilah yang mana segala sesuatu yang masih dalam masa sewa tidak bisa diperjualbelikan atau dialihkan,” bebernya.

Binhot Manalu juga menambahkan, kita akan melakukan langkah-langkah untuk kepentingan warga dari pada kepentingan golongan atau perseroan.

“Apakah regulasi sudah berubah di pemerintahan, sehingga sewenang-wenang mengalokasikan lahan kawasan hijau untuk kepentingan komersil tanpa memikirkan untuk warga,” kata Binhot.

Sementara itu, Manager Finance PT Sri Mas Iwan mengaku, sebagai pihak pengembang, awal status lahan yang ditutup itu awalnya sewa dengan BP Batam. Sewa sejak tahun 2017 itu sebagai lahan fasilitas umun dan penghijauan atau bufer zone dengan masa berakhi sampai November 2019.

Kemudian pada Januari 2019 lahan tersebut kembali diajukan untuk perpanjangan.
“Nah ternyata Sebelum jatuh tempo November 2019, penetapan lokasi (PL) telah terbit atas nama PT Master Global dari BP Batam pada Juli 2019.

Padahal kami udah berkali-kali ngajukan PL namun ditolak BP Batam dengan alasan lokasi adalah bufer zone dan di bawah Sutet tidak bisa dibagun secara komersil. Entah kenapa perusahan lain yang mengajukan PL dikasih sama BP Batam,” akunya.

Atas penolakan warga, kata Iwan, pihak PT Sri Mas sebagai pengembang awal tidak mau disalahkan karena merasa benar dan memperjuangkan hak warga. Pihaknya juga telah menyurati seluruh instansi terkait untuk meminta solusi atas keluhan warga. Namun, hingga kini masih dalam proses dan belum ada jawaban pasti dari BP Batam.

Seandainya lahan di lokasi itu ingin dialokasikan ke pihak lain alangkah baiknya memberitahukan dahulu kepada kami. Sebab disitu ada 120 rumah dan ratusan warga yang tinggal, apabila dibangun komersil dan pasti warga yang merasakan dampaknya.

“Kami berharap DPRD Batam mendengar keluhan kami dan melaksanakan dengar pendapat agar masalah ini clear dan warga tidak dirugikan,” pungkasnya. (sal)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini