BatamXinwen, Batam – Lanjutan Sidang perkara pidana kasus penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Tjipta Fudjiarta kembali digelar di Pengadilan Negeri Batam, Rabu (24109) pagi.
Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) dipimpin oleh Majelis Hakim Ketua, Taufik Abdul Halim didampingi dua hakim anggota, Yona Lamerosa Ketaren dan Jasael.
Pada tuntutan yang dibacakan JPU secara bergantian yakni Syamsul Sitinjak dan Yan Elhas Zeboea di hadapan majelis hakim persidangan menyatakan bahwa perbuatan terdakwa Tjipta Fudjiarta terbukti, tetapi bukan merupakan tindak pidana seperti yang didakwakan seperti penipuan, penggelapan dan pemalsuan akta otentik.
JPU membuktikan bahwa dakwaan alternatif pertama pasal 378 KUH Pidana tentang penipuan dan dakwaan kedua pasal 266 ayat 1 KUH Pidana. Dalam tuntutannya itu disebutkan, perbuatan terdakwa sebagaimana didakwakan dalam pasal 378 KUH Pidana telah terbukti, namun bukan merupakan tindak pidana.
“Berdasarkan seluruh uraian fakta-fakta tersebut di atas, perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam unsur ini telah terbukti, akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Karena terdakwa telah mengeluarkan uang sebanyak Rp 38.894. 100.000 yang terdiri dari Rp 29.547.100.000 dan ditambah Rp 9.347.000.000 yang merupakan uang pembelian saham saksi Conti Candra, maka terdakwa sudah menguasai saham marotitas PT Bangun Megah Semesta (BMS) tanpa melakukan pembelian aset. Padahal hasil perhitungan atau penaksiran appraisal KJPP, Totok Miduk dan rekannya adalah seharga Rp 182 miliar dengan kondisi pembangunan hotel 70 persen. Yang mana hal itu haruslah diselesaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum keperdataan,” ujar JPU Syamsul Sitinjak.
Perbuatan tersebut, lanjut Syamsul, bukanlah merupakan tindak pidana, karena dalam perkara ini yang dipersoalkan adalah peralihan atau jual beli saham yang rujukannya adalah pasal 1457-1458 KUH Perdata dan pasal 56 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas.
“Maka kami berpendapat bahwa penyelesaiannya harus diselesaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum keperdataan,” terang JPU.
Kemudian setelah membuktikan dakwaan pasal 378 KUH Pidana, JPU selanjutnya membuktikan dakwaan pasal 266 ayat 1 KUH Pidana tentang pemalsuan akta otentik.
Sama dengan dakwaan sebelumnya, JPU menilai perbuatan terdakwa Tjipta Fudjiarta telah terbukti tetapi bukan merupakan perbuatan pidana.
“Berdasarkan seluruh uraian-uraian fakta-fakta tersebut di atas, kami berpendapat perbuatan terdakwa tersebut bukanlah merupakan tindak pidana. Karena saksi Hasan, Wie Meng, dan Sutriswi mau menandatangani akta nomor 3, 4, dan 5 tentang jual beli saham mereka tersebut diperintahkan saksi Conti Chandra. Disamping itu mereka saksi Hasan, Wie Meng dan Sutriswi sendiri menyatakan telah menerima pembayaran dari Tjipta sesuai dengan yang tertuang dalam akta nomor 89 tertanggal 27 Juli 2011 dan akta nomor 1601 tertanggal 28 Juli 2011. Dan terkait dengan kesepakatan antara terdakwa dengan saksi Conti Candra mengenai jual beli saham dengan harga Rp 21 miliar dan baru dibayar sebesar Rp 9.347.000.000 dan masih ada sisa yang belum dibayar oleh terdakwa,” kata JPU dalam tuntutan yang dibacakannya.
Karena hal tersebut, terkait dengan peralihan atau jual beli saham yang rujukannya adalah pasal 1457-1458 KUH Perdata dan pasal 56 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas yang penyelesaiannya harus diselesaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum keperdataan.
Selanjutnya JPU kembali menegaskan bahwa dalamperkara ini, erat hubungannya dengan hukum perjanjian jual-beli saham yang harus dibuktikan menurut hukum perdata, karena telah memasuki wilayah hukum keperdataan, maka JPU berpendapat perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana atau onslag.
JPU meminta supaya majelis hakim persidangan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum, sebagaimana didakwakan dalam pasal 378 KUH Pidana dan pasal 266 ayat 1 KUH Pidana. Disamping itu, JPU juga meminta majelis hakim memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya dalam keadaan seperti semula dan tidak pernah melanggar hukum.
Hendie Devitra didampingi Sabri Hamri selaku penasihat hukum terdakwa Tjipta Fudjiarta akan menyampaikan nota pembelaan atau pledoi pada sidang berikutnya yang akan digelar pada tanggal 31 Oktober nanti.(ias)